Peristiwa

Es Laut di Antartika Capai Titik Terendah, Sinyal Buruk Untuk Bumi

NUSANTARANEWS.CO – Data Satelit Nation Snow and Ice Data Center (NSIDC) Amerika Serikat mengumumkan bahwa es laut di Antartika menyusut hingga mencapai titik terendahnya pada musim dingin mendatang. Luas es di Arktik mencapai titik terendah pada musim dingin: 5.570.000 mil persegi (14.420.000 kilometer persegi). Sekitar 35.000 mil persegi (97.000 kilometer persegi) di bawah rekor tahun 2015 lalu.

Kondisi ini disebut mencapai rekor titik terendah es laut di mana para ilmuan mengatakan bahwa hal tersebut merupakan sinyal buruk karena suhu terlalu panas. Karena kenaikan suhu global, es laut Antartika menunjukkan tingkat penurunan yang tak menentu sejak pemantauan dimulai pada akhir 1970-an silam. Es laut Antartika bervariasi seperti es laut Kutub Utara, yang terus mengalami penurunan.

NSIDC mengukur luas es laut berdasarkan citra satelit. Pasalnya, mereka kesulitan mengukur ketebalan dan volume secara keseluruhan. Namun, data dari University of Washington menunjukkan bahwa pada akhir bulan lalu tingkat volume es turun 42% dari tahun 1979, kata Kepala Pusat Ilmu Kutub Axel Schweiger seperti dilansir Associated Press‏.

Baca Juga:  Ar-Raudah sebagai Mercusuar TB Simatupang

Para ilmuan mengataka bahwa hilangnya es laut tersebut tentu saja sangat menganggu. Sebab, hal itu merupakan sebuah bukti bahwa iklim di ujung dunia terus berubah cepat daripada di tempat lain di bumi. “Dengan dampaknya terus terang masih belum kami ketahui secara pasti,” kata profesor meteorologi di Pennsylvania State University, Laksamana David W. Titley.

Sementara itu, direktur NSIDC Mark Serreze mengatakan bahwa kombinasi cuaca alam yang acak dan pemanasan global buatan manusia dari pembakaran batubara, minyak dan gas merupakan sumber penyebabnya. “Musim dingin 2016-2017 telah terlihat gelombang panas yang sangat ekstrim yang membakar Arktik,” kata Serreze.

Para ilmuwan menyalahkan kombinasi cuaca acak alam dan pemanasan global buatan manusia dari pembakaran batubara, minyak dan gas. Musim dingin 2016-2017 adalah luar biasa bakar dan Arktik melihat tiga “gelombang panas ekstrim,” kata Serreze.

Pencairan es di kutub-kutub Bumi merupakan salah satu indikator pemanasan global dan menimbulkan kekhawatiran akan kenaikan permukaan laut serta dampak-dampak iklim lainnya. Meskipun waktu dan besarnya dampak tersebut masih menjadi perdebatan ilmiah, tren ini menimbulkan urgensi bagi negara-negara di dunia untuk meningkatkan upaya mengekang emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global.

Baca Juga:  Tim SAR Temukan Titik Bangkai Pesawat Smart Aviation Yang Hilang Kontak di Nunukan

Sejauh ini, sejumlah negara termasuk Indonesia telah meratifikasi Traktat Iklim Paris guna membatasi pemanasan global sampai berada di bawah 2 derajat celcius, emisi karbon diarahkan nol pada 2050 mendatang. Perjanjian ini menyerukan kepada negara-negara di seluruh dunia untuk bersama-sama menyadari masalah perubahan iklim dan pemanasan global demi keberlangsungan kehidupan di masa depan.

Penulis: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 415