Hukum

Empat Cara Jitu Menilai Calon Hakim Ad Hoc Tipikor

Pengamat dari Indonesian Corruption Watch Aradila Caesar Ifmaini Idris/Foto: Dok. Humas Unibraw
Pengamat dari Indonesian Corruption Watch Aradila Caesar Ifmaini Idris/Foto: Dok. Humas Unibraw

NUSANTARANEWS.CO – Mahkamah Agung (MA) pada penghujung tahun ini melakukan proses seleksi terhadap calon Hakim Ad Hoc untuk Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Menurut Pengamat dari Indonesian Corruption Watch Aradila Caesar Ifmaini Idris proses selekai calon hakim Ad Hoc 2016 ini perlu dikawal karena Pengadilan Tipikor saat ini mendapat banyak sorotan dari publik. Dimana hingga kini sudah ada 7 hakim tipikor yang tersandung perkara korupsi.

“Selain itu institusi Pengadilan juga dinilai belum memberikan efek jera terhadap koruptor karena rerata vonis untuk terdakwa korupsi hanya 2 tahun 2 bulan penjara,” tuturnya di Jakarta, Selasa, (11/10).

Dalam melihat kelayakan pihaknya melihat pada 4 cara jitu yang dapat dilakukan oleh pansel yakni administratif, integritas, kompetensi, dan independensi dari calon hakim adhoc tipikor.

Untuk administrasi, minimal calon mempunyai pengalaman 15 tahun di bidang hukum. Syarat ini merupakan syarat yang mengikat bagi MA, karena UU Nomor 46 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mensyaratkan bahwa calon hakim ad hoc tipikor harus berpengalaman 15 tahun di bidang hukum.

Baca Juga:  Tim Gabungan TNI dan KUPP Tahuna Gagalkan Penyelundupan Kosmetik Ilegal dari Filipina

“Bukan 15 tahun setelah menjadi sarjana hukum,” cetusnya.

Kemudian menyorot integritas. Si calon dipastikan tidak pernah dilaporkan bermasalah atau bersengketa dan tidak pernah menjadi pembela hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi.

“Poin ini penting untuk ditekankan sebagai bentuk komitmen moral dari para calon hakim ad hoc,” lanjutnya.

Soal Kualitas atau kompetensi pihaknya membaginya menjadi dua poin. Poin pertama mempunyai kompetensi yang relevan dengan posisi yang dibutuhkan, kedua bukan termasuk kategori job seeker. Maksudnya bukan calon yang pernah melamar dalam beberapa seleksi jabatan publik dan gagal.

Yang terakhir adalah soal Independensi. Dipastikan si calon tidak pernah menjadi pengurus partai politik dalam 10 tahun terakhir.

“Hal ini penting untuk mengeliminir kemungkinan pengadilan korupsi dibajak oleh partai politik tertentu. Karena sebagaimana yang kita ketahui, bahwa salah satu permasalahan yang kita temui di daerah, korupsi politik yang terjadi di daerah secara kuantitas makin meningkat. Untuk itu perlu calon-calon hakim tipikor yang benar-benar bebas dan imparsial dari kepentingan politik partai politik tertentu,” tandasnya. (Restu)

Related Posts