HukumPolitik

Ekspektasi Warga Terhadap Gubernur DKI Baru: Jangan Gusur Paksa Rakyat Jakarta

Oleh: Muchtar Effendi Harahap (NSEAS)

Para pendukung Ahok acap kali mengklaim, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama telah bekerja untuk rakyat, jujur, dan bersih. Bahkan, ada yang mengklaim, Ahok sungguh sangat peduli terhadap HAM (Hak Azasi Manusia). Padahal klaim ini tidak faktual alias fiksi. Justru Gubernur lama ini melakukan penggusuran paksa terhadap rakyat secara besar-besaran yang hal itu telah melanggar prinsip HAM.

Gubernur baru harus terbebas dari kegiatan penggusuran paksa rakyat baik dari tempat tinggal maupun tempat usaha. Mengapa? Karena kegiatan itu menindas,  merugikan, menyakitkan hati rakyat, dan melanggar prinsip HAM.

Gubernur baru DKI Jakarta, harus menegakkan prinsip HAM dalam mengelola pemerintahan dan warga DKI. Gubernur baru harus melaksanakan program dan kegiatan beradab, bukan gunakan kekerasan polisional dan militeristik menggusur rakyat. Gubernur baru dalam mengambil keputusan urusan pemerintahan, harus benar-benar mempertimbangkan prinsip-prinsip kebijakan publik. Yakni mempertimbangkan kepentingan masyarakat, tidak semata kepentingan negara apa lagi kepentingan pelaku usaha.

Tingkat prestasi atau keberhasilan urus penegakan HAM, dapat diukur dari jumlah pengaduan dan korban dari rakyat DKI. Sebagai pembanding sewaktu Fauzi Bowo menjadi Gubernur DKI tahun 2012, jumlah pengaduan rakyat DKI atas pelanggaran HAM sebanyak 75 pengaduan dengan 2.130 korban. Kemudian era Pemprov DKI 2013-2017 meningkat drastis terutama sejak melaksanakan penggusuran paksa rakyat dengan berbagai dalih dan alasan pembenar.

Baca Juga:  Diduga Korupsi Danah Hibah BUMN, Wilson Lalengke: Bubarkan PWI Peternak Koruptor

Selanjutnya, pada tahun 2015 Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok menerima sebanyak 103 pengaduan dengan 20.784 korban. Dalam hal penggusuran paksa rakyat tahun 2015, rakyat korban pelanggaran HAM kian bertambah drastis. Mengutip laporan CNN Indonesia (13/04/2016), penggusuran secara paksa di Ibu Kota semakin masif dilakukan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama. Terlebih menjelang Pilkada 2017. Kasus terbaru terjadi di kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan, penggusuran paksa merupakan salah satu bentuk pelanggaran berat HAM. Sesuai Konferensi Pemukiman Manusia PBB , komunitas internasional telah mengakui penggusuran paksa sebagai persoalan serius. Dimata Alghiffari, Ahok telah melakukan penggusuran paksa sebanyak 113 kasus sepanjang 2015. Penggusuran itu merugikan 8.315 kepala keluarga dan 6.000 unit usaha. Pihaknya menegaskan, sebanyak 84 % penggusuran dilakukan secara sepihak tanpa musyawarah; 76 % penggusuran paksa dilakukan tanpa solusi  layak.

Sebelumnya, Pengacara Publik LBH Jakarta Alldo Fellix Januardy, rimanews (18/12/2015) menunjukkan indikator lain Gubernur Ahok langgar HAM. Pada level makro, hak 9 juta warga DKI atas kebebasan berpendapat juga dirampas dengan penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 228 tahun 2015 tentang Pengendalian Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Peraturan ini  membatasi lokasi demonstrasi hanya diperbolehkan pada tiga titik ditunjuk oleh Pemprov DKI, yaitu:1. Alun-Alun Demokrasi MPR/DPR;2. Parkir Timur Senayan; dan 3. Silang Selatan Monumen Nasional. Meski telah direvisi dengan Peraturan Gubernur Nomor 232 tahun 2015, pokok-pokok pengaturan mengenai pembatasan demokrasi masih terkandung di dalam peraturan baru.

Baca Juga:  JKSN Jatim Deklarasikan Dukungan Khofifah-Emil Dua Periode

Selanjutnya, KBR, Jakarta (15/09/2016), menyajikan penilaian Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang Gubernur Ahok melakukan pelanggaran HAM dalam setiap praktik penggusuran di Jakarta. Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas menjelaskan, Ahok melanggar sejumlah prinsip HAM PBB karena tidak melakukan dialog dengan warga, menghilangkan hak warga untuk mendapatkan tempat tinggal dan penghidupan yang layak, serta mengerahkan TNI dan Polri dalam proses penggusuran. Ia pun menjelaskan, dalam panduan PBB disebut, negara harus menghindari penggusuran semaksimal mungkin karena tindakan itu merupakan pelanggaran HAM.

Satu kritik keras terhadap Gubernur Fauzi Bowo, yakni ia dinilai kerap melakukan penggusuran. Kritik ini kian mencuat saat suasana Pilkada 2012. Bahkan, ada aksi “tolak Gubernur penggusur” di depan Balai Kota DKI.

Paslon Jokowi-Ahok berusaha membuat citra berbeda dengan Fauzi Bowo. Paslon Jokowi-Ahok berjanji akan menata tanpa melakukan penggusuran. Dalam debat Cagub-Cawagub Pilkada DKI 2012, Jokowi bahkan mengungkapkan hunian-hunian seperti di Kali Ciliwung akan didesain menjadi Kampung Susun, berbeda dengan Rumah Susun dan itu mudah untuk dilakukan hanya bergantung pada niatnya saja. Jokowi juga menanda tangani kontrak politik untuk melakukan penataan tanpa penggusuran.

Baca Juga:  Relawan Lintas Profesi Se-Tapal Kuda Deklarasi Dukung Khofifah di Pilgub Jatim

Faktanya, setelah Pemprov DKI dibawah Gubernur Ahok, janji-janji kampanye itu diingkari. Ahok kerap melakukan penggusuran dan bahkan ia disebut cetak sejarah penggusuran paling brutal di Jakarta. Gubernur baru DKI harus terbebas dari kelakuan Gubernur lama gusur paksa rakyat dan langgar prinsip HAM.

Editor: Achmad Sulaiman

Related Posts

1 of 13