ArtikelKolomOpini

Ekonomi Jatuh Karena Jokowi Terlalu Percaya Diri

Rasa percaya diri yang besar membuat Jokowi kurang perhitungan dalam membuat berbagai kebijakan ekonomi.
Bahkan keyakinan bahwa dia idola membuat Jokowi bahkan sanggup membuat kebijakan yang tidak populis. Jokowi yakin bahwa kebijakannya mungkin ditolak karena orang Indonesia sangat mengagumi dan mengidolakannya.
Baru beberapa hari Jokowi menjabat presiden pada akhir 2014 lalu, dia langsung mencabut subsidi BBM. Bahkan kebijakan ini dilakukan pemerintah tanpa persetujuan DPR. Karena para angota DPR juga banyak yang mengidolakannya, kebijakan menaikkan harga BBM diterima DPR dengan senang hati.
Tanpa disadari bahwa kebijakan menaikkan harga BBM mendorong kebijakan sektor lain bergerak ke arah yang sama, naik. Padahal pada saat Jokowi mulai menjabat, harga minyak dunia tengah jatuh. Banyak negara memanfaatkan penurunan harga energi termasuk BBM adalah kesempatan untuk menekan biaya, memulihkan ekonomi dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Akibat kenaikan harga BBM, inflasi menjadi tinggi dan tidak terkendali. Harga barang kebutuhan hidup serempak naik. Bahkan harga pangan yang pada tingkat global sedang turun tajam, di Indonesia malah naik berkali-kali lipat. Intinya, inflasi sangat tinggi. Meski BPS melalui survei-survei merekayasa sedemikian rupa agar kondisi ekonomi terlihat baik-baik saja.
Kebanyakan orang bisa saja tertipu oleh kampanye bahwa yang memuji keberanian Jokowi menaikkan harga BBM, tapi tidak dengan sektor keuangan dan perbankan. Mereka ini tidak mungkin tertipu. Maka segera setelah Jokowi menaikkan harga BBM, bank-bank segera menaikkan suku bunga kredit mereka. Bank bertanding dengan inflasi yang tinggi. Meskipun bank-bank meminjam di China, Singapura dan negara lain dengan bunga 5%, mereka mengambil untung paling tidak dua kali lipat. Belum lagi ditambah asumsi nilai tukar rupiah bisa saja terus merosot.
Kebijakan bank-bank yang menaikkan suku bunga kredit mengakibatkan kredit merosot. Padahal kredit yang besar, baik kredit perumahan maupun kredit konsumsi merupakan penopang utama konsumsi masyarakat. Suku bunga yang tinggi mengakibatkan penyaluran kredit perbankkan merosot tajam.
Padahal dalam satu dasawarsa terakhir ekonomi Indonesia ditopang oleh sektor konsumsi. Konsumsi ditopang oleh kredit konsumsi dan kredit properti. Tahun-tahun awal Jokowi langsung ditandai sektor properti ambruk dan sektor ritel ambruk dan terus memburuk sampai dengan hari ini.
Sementara, pemerintah butuh uang besar untuk membiayai berbagai mega proyek infrastruktur. Sumber pembiayaan mega proyek salah satunya adalah pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Kebutuhan pembiayaan infrastruktur berbanding terbalik dengan kemampuan penerimaan pajak pemerintah. Ditambah lagi merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar telah mengakibatkan kualitas belanja pemerintah merosot hampir separuh dibandingkan periode sebelumnya. Perlu diketahui bahwa sebagian besar belanja pemerintah sendiri adalah konsumsi barang barang impor. Sementara nilai tukar berada pada rata-rata Rp.13.500 sampai Rp.14.500 merosot dibandingkan periode sebelumnya rata rata Rp.8000 sampai Rp. 9000 per USD.
Namun rasa percaya diri Jokowi tidak berkurang. Keyakinan sangat besar bahwa rakyat sangat mengidolakan dirinya meningkatkan keberanian Jokowi untuk mengenjot penarikan pajak kepada rakyat dengan cara menaikan pajak, memperluas objek pajak serta berbagai ancaman denda hingga kriminalisasi masalah-masalah perdata perpajakan. Kuat keyakinan Jokowi bahwa meskipun rakyat diperas dengan berbagai kewajiban pajak rakyat tetap akan mengidolaknnya. Ini terbukti dari kebijakan Jokowi yang menaikkan pajak dan cukai tembakau.
Kenaikan pajak semakin memicu inflasi yang semakin tinggi. Menko Perekonomian Darmin Nasution mengatakan kenaikan pajak STNK secara serempak membuat survei BPS mencapai kesimpulan bahwa pajak STNK yang naik adalah pemicu inflasi yang tinggi.
Inflasi yang tinggi tidak hanya membuat biaya produksi meningkat, namun biaya pembangunan mega proyek infrastruktur juga meningkat. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang merupakan proyek unggulan Jokowi. Perusahaan listrik negara yakni PLN mengalami pembengkakan biaya dalam mega proyek 35 ribu megawat sehingga menuntut kenaikan tarif listrik untuk mendapatkan uang dalam melanjutkan mega proyek tersebut.
Jokowi dengan rasa percaya diri yang tinggi menaikkan harga listrik tiap 3 bulan sekali. Kepada publik disamapaikan bahwa kenaikan tarif dasar listrik adalah dalam rangka mengimbangi angka inflasi. Maka terjadilah kejar-kejaran antara inflasi dan tarif listrik. Lucu memang kenaikan tarif listrik menyebankan inflasi tinggi, inflasi tinggi mendorong kenaikan tarif listrik. Seterusnya demikian.
Rasa percaya diri Jokowi kian besar, keyakinan begitu kuat bisa dapat uang besar, APBN dirancang sangat besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan defisit anggaran tahun ini mendekati batas yang ditoleransi oleh UU keuangan negara. Jokowi sangat percaya diri bahwa rakyat dan asing akan setor uang besar kepada pemerintahan yang dipimpinnya. Rasa percaya diri berlebihan membuat Jokowi kurang mawas diri, mangakibatkan kurang sadar diri dan akhirnya tidak tahu diri.
Penulis: Salamuddin Daeng, Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Related Posts

1 of 97