Politik

Denny JA Sebut Hanya SBY yang “Khusnul Khatimah” dalam Pemerintahan

NUSANTARANEWS.CO – Dalam semua pergantian pemimpin nasional yang tidak melalui prosedur demokratis hanya akan menjadi kisah sedih yang kita sesali bersama di kemudian hari. Demikian pengakuan Peneliti LSI, Denny JA melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (26/11/2016) di Jakarta.

Bahkan dirinya menyebut hanya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) satu-satunya pemimpin di negeri ini yang khusnul khatimah atau tidak berakhir sedih.

“Hanya SBY yang bisa keluar dari kisah sedih presiden Indonesia. Umumnya presiden Indonesia dipuja di awal, namun dihujat di akhir. Ini bukan tradisi yang ingin kita pupuk jika inginkan demokrasi yang sehat,” ungkap Denny.

Lebih lanjut, Denny JA mencontohkan, Presiden Soekarno dan Suharto diturunkan di akhir masa jabatan. Begitu juga Presiden Habibie pertanggungjawabannya ditolak MPR sehingga ia tak bisa mencalonkan diri kembali. Sementara Gus Dur dilengserkan di tengah jalan.

Sedangkan Megawati, Kata Denny, menjadi presiden karena sebagai wapres, ia menggantikan Gus Dur, bukan karena sejak awal ia diangkat atau dipilih sebagai presiden. Namun Mega gagal mejadi presiden karena dikalahkan dalam pemilu berikutnya.

Baca Juga:  Tak Jadi Gunakan Sistem Komandante, Caleg PDI-P Peraih Suara Terbanyak Bisa Dilantik

“Hanya SBY yang bisa selamat terpilih sebagai presiden Indonesia dan tidak diturunkan, ditolak oleh rakyat hingga terpilih dua kali. Bahkan dalam pilpres masa jabatan kedua, ia menang telak satu putaran saja,” ujar Denny.

Dirinya berharap tradisi yang dimulai oleh presiden SBY diikuti oleh presiden Indonesia berikutnya. Jangan ada lagi presiden Indonesia yang diturunkan atau didongkel di tengah jalan.

“Demokrasi tentu saja menyediakan prosedur demokratis mengganti presiden di tengah jalan, dengan apa yang disebut impeachment. Namun itu hanya diterapkan untuk kasus khusus, jika presiden melanggar ketentuan sebagaimana yang disyaratkan konstitusi,” imbuhnya.

Sementara itu, Denny mengingatkan bagi mereka yang tak suka Jokowi sebaiknya menyiapkan barisan untuk mengalahkannya di pemilu presiden 2019 nanti, bukan sebelumnya.

“Gerakan 411, 212 atau selanjutnya sebaiknya fokus meminta keadilan untuk kasus Ahok saja. Dan sah juga jika gerakan ini punya efek membuat Ahok kalah di pilkada 2017,” tegasnya. (Emka/Red)

Related Posts

1 of 419