Politik

Dejavu Pemindahan Ibukota, Alami ataukah Gimik?

NUSANTARANEWS.CO – Wacana pemindahan Ibukota negara Republik Indonesia (RI) kembali menguat. Bahkan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (10/4) mengatakan kajian pemindahan ibu kota RI dipastikan rampung tahun ini.

Rumor pemindahan ibukota kali ini seoalah-olah membawa kita masuk pada lorong dejavu. Sebab, puluhan tahun lalu, hikayat serupa pernah terjadi di era Presiden Soekarno.

Pertanyannya apakah situasi dejavu ‘dadakan’ ini murni sesuatu yang alami ataukah hanya gimik? Entahlah, namun pemindahan ibu kota di pulau dan kota yang sama dengan peristiwa beberapa tahun silam (yakni Palangka Raya, Kalimantan Tengah) tampak (seakan-akan) membawa kita masuk ke lorong dejavu.

Yakni, suatu peristiwa yang dialami seseorang dimana ia merasa yakin telah mengalami peristiwa baru itu sebelumnya. Dan seseorang yang mengalami hal baru itu merasakan suatu kesamaan yang dialami di masa lalu.

Merujuk irisan sejarah ‘tempoe doeloe’, wacana pemindahan ibu kota oleh Soekarno ke Kalimantan Tengah tepatnya Palangka Raya sebenarnya bukan murni ide dari Soekarno. Dalam buku berjudul Menuju Demokrasi: Politik Indonesia dalam Perspektif Sejarah, yang disunting oleh Baskara T. Wardaya menyebut bahwa wacana pemindahan ibu kota merupakan gagasan dari sosok penggede Partai Komunis Indonesia (PKI), yakni Semaun.

Baca Juga:  Lewat Satu Kata Satu Hati, PAN Ajak Warga Mataraman Rame-Rame Pilih Prabowo-Gibran

“Otak dari gagasan pemindahan Ibukota ini adalah Semaun. Semaun kala itu menjadi penasihat pribadi Sukarno,” tulis di dalam buku Menuju Demokrasi: Politik Indonesia dalam Perspektif Sejarah.

Penulis novel Tetralogi Buru Pramoedya Ananta Toer dalam essainya tahun 1991 juga membenarkan hal itu. Bahwa Semaun yang kala itu menjadi penasihat pribadi Presiden Soekarno pernah membisiki agar ibukota dipindah keluar dari pulau Jawa ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Dengan demikian, Ketum Pertama PKI ini adalah tokoh ‘koentji’ yang menjadi inisiator di balik wacana pemindahan Ibu Kota. Sementara itu, Soekarno hanya pelaksana. Karena bagaimanapun ide tanpa ada support dari otoritas pemilik pemangku kebijakan tertinggi hanya akan sia-sia. Dan kebetulan Soekarno sendiri mengaku ‘sreg’ dan ‘klop’.

Jadilah wacana pemindahan Ibu Kota nyaris terwujud. Namun Soekarno gagal dalam berhitung. Ia terlalu bersemangat pada hajatan Asian Games (1962), Olimpiade Games of the New Emerging Forces (Ganefo), pembangunan Gelora Bung Karno, Tugu Selamat Datang, Hotel Indonesia dan Masjid Istiqlal tanpa melihat kapasitas dana yang dimiliki negara.

Baca Juga:  Jokowi Tunjuk Adhi Karyono Pj Gubernur Jatim, Gus Fawait: Birokrat Cerdas Dan Berpengalaman

Sebagai negara ‘puber’ waktu itu, wajar jika Indonesia gencar ‘bersolek’. Namun lantaran kalkulasi tak matang serta gejolak politik 1965, membuat ‘cita-cita’ Semaun untuk pindah ibu kota menjadi limbung.

Nah, tampaknya, di pemerintahan Jokowi inilah cita-cita untuk memindahkan ibu kota ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah bakalan fix terealisasi. Mengingat Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro begitu yakin kajian pemindahan ibukota selesai tahun ini. Semoga.

(ed) Romandhon

Related Posts

1 of 114