Hukum

Dalami Proses Penunjukan Vendor Helikopter AW-101, KPK Periksa Intensif TNI di Cilangkap

NUSANTARANEWS.CO, JakartaTim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan secara intensif terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan helikopter AugustaWestland (AW)-101. Pemeriksaan dilakukan selama dua hari sejak Senin, (14/8/2017) hingga Selasa (15/8/2017) di Mabes TNI, Cilangkap.

Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan ada sekitar 5 orang saksi dari TNI yang diperiksa oleh penyidik KPK. Adapun pemeriksaan ini merupakan hasil koordinasi antara POM TNI dengan KPK.

“Penyidik mendalami lebih lanjut bagaimana sebenarnya proses penunjukkan pihak vendor dalam hal ini untuk pengadaan helikopter tersebut,” ujar Febri.

Sebab lanjut Febri, proses penunjukkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai vendor dalam proyek tersebut, diduga telah dilakukan secara melawan hukum.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan bos PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. Irfan diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun anggaran 2016-2017.

Baca Juga:  Kegiatan Forum Humas BUMN Membuat Perpecahan PWI atas UKW Liar

Pada April 2016 lalu, TNI AU mengadakan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus atau proses lelang yang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang. Irfan selaku Presdir PT Diratama Jaya Mandiri dan diduga pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikutsertakan dua perusahaan miliknya tersebut dalam proses lelang ini.

Padahal, sebelum proses lelang berlangsung, Irfan sudah menandatangani kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak US$ 39,3 juta atau sekitar Rp 514 miliar.

Sementara saat ditunjuk sebagai pemenang lelang pada Juli 2016, Irfan mewakili PT Diratama Jaya Mandiri menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp 738 miliar. Akibatnya, negara diduga dirugikan sebanyak Rp 224 miliar.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga:  Diduga Korupsi Danah Hibah BUMN, Wilson Lalengke: Bubarkan PWI Peternak Koruptor

Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 201