Puisi

Catatan Dari Tembok Auschwitz dan Tembok Gulag – Puisi Achmad Hidayat Alsair

Pulanglah Kantor Tepat Waktu

Sayang, bilik kerjamu bukan tempat semadi
gusti dewata tidak ingin menjejak kaki
menjenguk dan menghitung ceceran peluhmu
di antara kabel hitam dan berkas penguar jemu
bahkan mustahil dua orang meringkuk di situ

Jangan adakan lomba umpatan paling keras
kopi juga belum tersedia di kantin
lampu mobil terparkir terlalu nyalang di matamu
kutunggu kau dalam sebuah lukisan pajangan
penuh kebosanan, rayulah diriku untuk tetap membatu

Dalam gelas hampa, kau bayangkan aku memanggil
membawa seduhan bunga paling layu di lorong
terbersit keinginan mandi dalam setelan lengkap
kegerahan dan lelah, kerah terlalu lama mencekik
bekal buatanku tak akan bertahan hingga sore

Sekarang jam dinding itu tersenyum, meledek
putih dinding terlalu silau, jendela selalu berteriak
kau suburkan rindu yang ditanam saban pagi tadi
saatnya kau petik, taburkan di atas trotoar
biarkan geletak, jadikan penuntun menuju dekapanku

Makassar, 21 November 2016

Catatan Dari Tembok Gulag

Kubebat kakiku dengan kain belacu tebal
hitam, seperti malam-malam tanpa perapian
dan kasur tipis yang tidak nyaman
gigil dalam barak, membakar sisa keringat
kaki-kaki gemetar, membisik tentang rumah
jemari bisa tercerabut satu persatu

Menjelang pagi, fajar itu kami enggan sambut
antrian menuju sarapan tak kenyang
bubur hampir basi, dan kentang sisa kemarin
kadang dihantam pentung atau makian
terasa sudah biasa, rutinitas kerja paksa
mau mengadu ke siapa? mereka biang ini semua

Selanjutnya kami bekerja hingga peluh tandas
menggali, memotong, menggilas, merapikan
mencangkul, memasang, melepas, memetik
membangun, menata, menarik, menancap
semua dalam satu perintah dan aba-aba
istirahat berarti mengumpankan diri pada kepalan

Berlangsung hingga sore, kadang malam
satu-satunya tempat mandi adalah sungai beku
atau salju? sama saja dinginnya
ada perapian, sebuah tempat pembakaran
tubuh-tubuh kaku yang tak sanggup lagi didera
disana mereka berakhir, sepi tanpa keluarga

Berapa lama lagi? hanya ada satu pertanyaan
Semu kebebasan atau oleh ajal? tak ada jawaban lain

Makassar, Juli 2016

(Ket. : Gulag adalah tempat dimana Uni Soviet dulu menampung orang-orang yang dianggap sebagai “musuh negara” dan disana mereka menjalani hukuman kerja paksa.)

Catatan Dari Tembok Auschwitz

Jejeran barak dan bau hangus badan terbakar
ada tubuhku, kurus akibat kurang gizi
berhari-hari tanpa asupan, hanya makian
kemudian langkahku semakin lemah tertatih
kulitku pucat, serupa hantu tapi menapak
duniaku menyempit dibatasi kawat dan senapan

Sipir lalu datang, menyuruhku melepas pakaian
katanya aku harus mandi (badanku memang bau)
namun yang mandi bukan cuma aku seorang
ruangan untuk kami pun bukan bilik mandi
entah apa ini, apa rencana mereka?
tiba-tiba di ingatan berkelabat wajah istriku

Sekonyong gigil kaki dan sekujur tubuh
namun surga terasa lebih dekat dari jangkauanku

Makassar, Juli 2016

(Ket. : Auschwitz adalah salah satu kamp konsentrasi yang didirikan oleh rezim Nazi Jerman untuk orang-orang yang “menjadi wabah untuk masyarakat Arya Jerman sejak lama”. Kamp ini sendiri dilengkapi dengan kamar gas untuk membunuh para interniran.)

*Achmad Hidayat Alsair Lahir di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, 15 Mei 1995. Tengah berkuliah di Universitas Hasanuddin Makassar, FISIP, jurusan Ilmu Hubungan Internasional, semester 7. Hobi menuangkan hal-hal yang melintas di pikirannya ke atas kertas. Puisi-puisinya pernah dimuat di sejumlah surat kabar dan portal berita daring seperti Fajar Makassar, Tanjungpinang Pos, Lombok Post, Analisa Medan, ReadZone, Litera, FloresSastra, Warta Lambar, Saibumi, serta beberapa buku antologi puisi bersama. Yang terbaru, salah satu puisinya tergabung dalam buku antologi bersama Pesta Puisi Kopi Dunia 2016 “1550 MDPL”. Bisa dihubungi melalui sur-el a[email protected].

Related Posts

1 of 124