Sosok

Biografi Sosok Kontroversial Dan Brown di Dunia Sastra Tahun 2016

NUSANTARANEWS.CODan Brown sudah siap menerbitkan buku The Da Vindi Code Versi untuk edisi anak berusia 13 tahun ke atas. Dalam edisi ini Dan Brown meringkasnya menjadi lebih ramping dengan mengurangi banyak suku kata dalam cerita tanpa menghilangkan plot yang ada. Buku yang akan diluncurkan tangga 8 September 2016 mendatang akan diterbikan oleh penerbit Inggris, Penguin Random House Cildren’s.

Baca juga: The Da Vindi Code Versi 13+ Menuai Kritik

Sejak Dan Brown menyiarkan rencananya ini di media, kritikan dari beberapa pihak berdatangan menyerang Brown. Salah satu kritik diberikan oleh penulis bestseller #1 New York Times Kelley Armastrong via akun twiternya @KelleyArmstrong, 18 Mei 2016, pekan lalu, seperti dikutip ulang oleh nusantaranews.co.

Kontroversi terjadi karena bagi beberapa pihak, pembaca remaja tidak bermasalah dengan buku-buku yang tebal dan berseri. Hal ini sangat bertentangan dengan upaya Brown dengan merangkum karyanya sendiri menjadi ramping. Namun, Brown tetap meyakini bahwa dengan upaya pamadatan The Da Vinci Code, pembaca remaja akan bisa memasuki alur cerita dan dapat menghayati sekian pertualan misterius di dalamnya.

Soal kontroversi, Broen memang sudah biasa membuat kontroversi tentang diri dan karyanya. Lantas siapakah Brown itu? Seperti kontroversi itu?

Dan Brown dikenal sebagai Novelis misterius yang populer berkat The Da Vinci Code yang bisa jadi menuai kontroversi tahun ini. Brown telah didaulat menjadi sastrawan dunia yang telah memberikan banyak pengaruh terhadap perkembangan kesusastraan dunia.

Brown lahir di Exeter, New Hampshire, Amerika Serikat pada tanggal 22 Juni 1964. Ia memiliki obesesi memecahkan kode dan teka-teki rumit sejak usianya masih kecil. Obsesinya bisa saja dipengatuhi oleh lingkungan keluarganya, yang mana orang tua Brown adalah soerang Profesor jenius Matematika dan telah dianugrahi pengahargaan dari Presential Award. Karenanya Brown pun bercita-cita untuk menjadi guru.

Terkait obsesi Brown memecahkan kode atau teka-teki, lahir dari kebiasaan orang tuanya memberikan permainan rumit. Pernah suatu hari saat merayakan Natal, Brown disuguhi tekai-teki dan sejumlah kode rumit yang harus dipecahkan demi mendapatkan tempat dimana kado itu disembunyikan.

Brown gemar membaca buku-buku mitologi dan sejarah sejak kecil pula. Pengetahuan inilah yang menyempurnakan novel thrilernya mengusik sejumlah pandangan umum yang telah terbingkai oleh sejarah atau mitos. Misalnya saja soal keabsahan ketuhanan Yesus dalam iman Kristiani, atau nasib para ilmuwan hebat yang tergabung dalam Illuminati yang—konon—dimusuhi gereja, dan sebagainya.

Brown sadar bahwa apa yang ditulisnya bisa mendatangkan kebencian dari Gereja Vatikan. Itu tercermin dalam karakter tokohnya, Robert Langdon seorang simbolog dari Harvard, yang mengaku tidak disukai gereja. Sebab itulah, Dan Brown menjadi tokoh yang kontroversial.

Sebelum jadi novelis penuh kontroversi, Brown pernah jadi guru sesuai dengan cita-cita kecilnya. Sebagai lulusan Amherst College dan Phillips Axeter Academy, ia mengabdikan diri sebagai pengajar bahasa inggris. Selain itu, Brown juga mencoba-coba menadah rejeki dengan menyanyi dan mencipta lagu. Bahkan untuk bertahan hidup, ia membuat album kemudian ditawarkan ke perusahaan-perusahaan ternama di sekitar Hollywood. Sampai akhirnya ia bergabung dengan National Academy of Songwriters, kelompok yang sesuai dengan tujuan Dan, karena memiliki banyak anggota musisi terkenal, termasuk Billy Joel dan Prince. Brown pun sukses mengeluarkan beberapa album lagi. Namun, ia tidak mendapatkan gairah hidup menjadi musisi.

Di sinilah awal perjuangan Brown di dunia sastra. Terbukti, tahun 1995 buku karya pertamanya terbit dengan judul 187 Men to Avoid: A Survival Guide for the Romantically Frustrated Woman, sebuah buku humor. Kemudian terbit yang kedua tahun 1998, The Bald Book. Kedua bukunya ini menggunakan nama samaran, Danielle Brown dan masih belum kuat berkarakter.

Obesesi Brown memecahkan teka-teki dan kode rahasia, melahirkan novel thriller pertamanya Digital Fortress tahun 1997 dengan menggunakan nama asli. Akan tetapi, nasib buku ini sama dengan buku yang terbit dengan samaran, belum laku di pasaran. Rasa putus asa pun hadir dan membuat Brown kembali membuka lagu-lagu di albumnya, sambil menimbang-nimbang keputusan menjadi penyanyi dan pencipta lagu kembali. Namun lagu berjudul Angel and Demons kemudian melecutnya untuk kembali menulis.

Berangkat dari syair lagu ciptaanya sendiri lah, ia habiskan waktunya menulis novel yang berjudul Angel and Demons. Novel ini bercerita tentang konflik di pusat kekristenan dunia, Vatikan, yang terancam perang dengan Illuminati. Novel ini diluncurkan tahun 2001 dengan rintangan yang hebat lantaran rekor penjualan novel Digital Fortess sebelumnya tidak laku. Dan ternyata Angel and Demons bernasib sama dengan Digital Fortess.

Setahun kemudian, dengan segenap harapan yang masih tersisa ia melahirkan novel berjudul Deception Point, sebuah novel komparasi antara sastra dan ilmu matematika (komparasi kode-kode rahasia dengan mitologi dan sejarah). Setelah itu, lahirlah novel The Da Vinci Code tahun 2003 sebuh novel petualangan memecah kode rahasia.

Novel thriller keempatnya dengan namanya sendiri tersebut ditulis dalam masa yang cukup lama. Ia sering berkunjung ke Paris untuk menghabiskan waktu seharian di museum (Grands Gallery Louvre) dengan tujuan memecah simbol-cimbol lukisan Leonardo da Vinci. Moment inilah yang membuat Brown bersama sang istri, Blythe, melakukan penelitian untuk novel yang pada bulan september mendatang akan dilirid dalam edisi anak yang menuai kontroversi itu.

Penerbit lama tidak mau mencetak The Da Vinci Code. Dan atas kebaikan editor penerbit itu, Kaufman, naskah Da Vinci Code diserahkan ke penerbit Doubleday. Kerja keras Brown pun terbayar mahal dengan meledaknya The Da Vinci Code. Dalam seminggu buku ini ludes terjual dan langsung menduduki rating tertinggi versi New York Time Best Seller tahun 2003.

Terhitung selamasa 10 tahun sampai tahun 2013, The Davenci Code telah terjual labih dari 70 juta eksemplar di seluruh dunia. Hebatnya lagi, novel Dan yang satu ini telah diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama. Film yang dibintangi oleh Tom Hanks tersebut maraih kesuksesan besar seperti pada buku aslinya. Kabarnya, samapai sekarang buku ini telah terjual lebih dari 200 juta eksemplar di seluruh dunia dan telah diterjemahkan dalam 51 bahasa.

Berkat novel ini, Brown kembali sukses dengan novel kelima “The Last Symbol” (2009) dan keenamnya “Inferno” (2013). Sekarang, Brown kembali mengangkat The Da Vinci Code dengan tampilan yang lebih ramping. Tujuan Brown mengadaptasi The Da Vinci Code supaya dapat memicu para pembaca yang masih muda menemukan sensasi yang sama dari apa yang saya rasakan ketika menjelajahi sejarah tersembunyi dan misteri kehidupan manusai di dunia, seperti dikutip ulang nusantaranews.co, Kamis (26/5). (Ach. Sulaiman)

Related Posts

1 of 2