Hukum

Beredar Rancangan Perppu, KPK: Kami Tahu, Tapi Belum Terima

NUSANTARANEWS.CO – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (Jubir KPK), Febri Diansyah, mengaku mengetahui perihal kabar draf Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang beredar di publik. Namun secara kelembagaan, pihaknya belum menerima draf tersebut. Sehingga ia belum dapat memastikan kebenarannya.

“Kami mendengar ada draf yang beredar, tapi secara kelembagaan kami belum pernah menerima itu. Kami belum tahu apakah draf itu benar atau tidak,” tutur Febri dalam Konferensi Pers, di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, (5/1/2017).

Menurut Febri, sebagai pelaksana Undang-Undang, porsi KPK adalah melaksanakan aturan hukum. Sedangkan terkait Perppu merupakan kewenangan presiden dan bukan ranah KPK. Karenanya, ia menegaskan belum bisa bicara banyak soal draf tersebut.

Sebagai informasi, belakangan telah beredar dokumen rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Draf itu memuat sejumlah pasal-pasal dalam UU 30 Tahun 2002 yang dihapus, diubah dan ditambah.

Dari dokumen yang diterima, Pasal 9 UU 30 Tahun 2002 mengenai alasan-alasan pengambilalihan penyidikan dan penuntutan oleh KPK dihapus. Ketentuan Pasal 11 diubah dengan bunyi sebagai berikut:

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Ayat (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan semua tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi.

Ayat (2) Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi.

Sebelumnya, Pasal 11 berbunyi, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi:

a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau c. menyangkut kerugian negara paling sedikitnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

Sementara terdapat penambahan satu ayat pada Pasal 43 dan 45. Pasal 43 ayat (3) berbunyi Penyelidik dapat diangkat dari Kepolisian, Kejaksaan, Kementerian/Instansi Pemerintah atau masyarakat umum yang memiliki keahlian dan memenuhi syarat yang ditentukan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Baca Juga:  Serangan Fajar Coblosan Pemilu, AMI Laporkan Oknum Caleg Ke Bawaslu Jatim

Pasal 45 ayat (3) berbunyi Penyidik dapat diangkat dari Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Kementerian/Instansi Pemerintah atau masyarakat umum yang memiliki keahlian dan memenuhi syarat yang ditentukan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Penambahan satu pasal tertuang dalam Pasal 68. Pasal 68A yang merupakan tambahan berbunyi ayat (1) Semua tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang hasil tindak pidana korupsi yang proses hukumnya belum selesai tiga tahun setelah peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini berlaku harus diserahkan pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ayat (2) Komisi Pemberantasan Korupsi menentukan dilanjutkan atau dihentikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1.

Ayat (3) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi menentukan penyelidikan, penyidikan atau penuntutan dihentikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 maka Komisi Pemberantasan Korupsi menerbitkan penetapan tertulis.

Pasal 71 juga ditambah satu menjadi pasal 71 A. Ayat (1) berbunyi Dengan berlakunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini, Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia dinyatakan tidak berlaku lagi sepanjang mengenai penanganan tindak pidana korupsi.

Baca Juga:  Terkait Tindak Premanisme terhadap Wartawan Cilacap, Oknum Dinas PSDA Disinyalir Terlibat

Ayat (2) berbunyi Pada saat peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini berlaku, segala ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ini. (Restu)

Related Posts

1 of 584