HeadlineOpiniPolitik

Belajar dari Sosok dan Pemikiran KH. Wahid Hasjim

Oleh: Nur Kholik Ridwan*

Apalah artinya radikal dan revolusioner, jika hasilnya dalam masa 10 tahun, baru mempunyai cabang 10, dan hanya berputar di dua daerah karisedenan.

  1. Wahid Hasjim, Sedjarah Hidup KHA. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar, hlm. 740.

Wahid Hasjim adalah tokoh hebat yang lahir dari kalangan NU. Dia pendiri bangsa kita, Indonesia dalam usia yang masih muda, dan meninggal juga dalam usia yang muda. Dialah tokoh yang menentukan dalam mengusulkan rumusan Ketuhanan dalam Pancasila itu, menjadi Ketuhanan yang Maha Esa, sehingga diterima semua pihak di PPKI. Tak diragukan, bagi bangsa kita Indonesia, dan bagi NU, perjuangannya sangat hebat.

Alasan KH. Wahid Hasjim memilih NU lebih hebat lagi, begini alasannya:

Alasan radikal revolusioner

Sebagai orang muda, KH. Wahid Hasjim membaca banyak literatur. Menurutnya, tidak ada perhimpunan apapun yang 100 persen memuaskan. Alasan radikal revolusioner, kecepatan dan ketangkasan, sering menjadi pertimbangan kaum muda terpelajar yang kritis untuk bergabung. NU sering diasumsikan, sebagai gerakan yang lamban dan tidak revolusioner.

Akan tetapi, alasan radikal revolusioner, kecepatan dan ketangkasan bergerak, ternyata tidak menjamin keberhasilan sebuah organisasi. Ada organisasi radikal revolusioner, tetapi tidak dapat menarik simpati dan anggota. 10 tahun berdiri baru punya 10 cabang. Apalah artinya keradikalan, kalau dia tidak dapat memperluas anggotanya, maka yang penting dalam berjuang, bukanlah gagahan-gagahan, tetapi hasil dari perjuangan itu sendiri. Maka alasan radikal revolusioner perlu ditinggalkan.

Baca Juga:  Survei Prabowo-Gibran di Jawa Timur Tembus 60,1 Persen, Inilah Penyebabnya

Alasan banyaknya kaum terpelajar

Banyak kaum terpelajar merasa NU tidak menarik untuk dimasuki, sehingga miskin kaum terpelajar. Akan tetapi setelah diselidiki KH. Wahid Hasjim, kaum terpelajar banyak, tidak menjamin organisasi itu akan berhasil dan maju. Banyak organisasi yang didirikan kaum terpelajar, juga mengalami keruntuhan dan tidak maju. Maka alasan soal kaum terpelajar disingkirkan. Yang penting, organisasi itu bukan hanya mengandalkan otaknya saja, katanya, tetapi juga mentalitet, atau budi pekerti dalam artian yang luas. NU memberikan kepuasan mentalitet itu.

Alasan NU terlalu streng dalam tuntutan agama

Bagi kaum muda, mungkin akan canggung masuk NU, karena para ulama menuntut anggota NU, apalagi pengurusnya untuk teguh menjalankan ketentuan agama. Akan tetapi, menurut KH. Wahid Hasjim, bagi yang ingin betul-betul memajukan masyarakat Islam (dan bangsa tentunya), maka tuntutan-tuntutan yang dikehendaki ulama-ulama yang ada di NU itu, malah mendorongnya untuk masuk. Dan yang telah menjadi anggota, akan menjadi batas ujian yang memelaihara dinamika mereka agar terpelihara dengan baik. Dan ini memperkuat soliditas organisasi dan menjadi kuat. Organisasi yang kuat solid lebih dibutuhkan, dan pasti lebih menarik bagi orang. Di dalam strengnya ulama-ulama NU itu, juga penuh humor dan kesederhanaan, dan ini juga daya tarik lagi.

Baca Juga:  DPC Projo Muda Nunukan Nyatakan Komitmennya Pada Gerilya Politik Untuk Menangkan Prabowo-Gibran Satu Putaran

Alasan ulama Memonopoli keputusan

Menurut KH Wahid Hasjim, tidak seluruhnya betul bahwa ulama memonopoli. Mereka yang menyelidiki secara sungguh-sungguh, akan menemukan para ulama itu hanya berperan menjaga pelajaran-pelajaran Islam, jangan sampai dilanggar oleh anggota anggotanya. Dalam menjaga pelajaran-pelajaran Islam itu, para ulama disebutnya tidak jumud dan beku. Tetapi senantiasa dapat menyesuaikan perkembangan-perkembangan, asal saja tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam.

Itulah alasan yang dipakai oleh KH. Wahid Hasjim masuk NU dengan bahasa dari saya yang diambil dari Karangan Tersiar. Padahal saat itu dia ditawari banyak perhimpunan yang ingin mengajaknya bergabung. Malah dia memilih NU. Alasan-alasan itu,  masih relevan hingga hari ini untuk dibaca, kecuali soal yang terpelajar. Saat ini, NU justru banyak memiliki kaum terpelajar; dan hal penting bahwa adanya banyak kaum terpelajar tidak bisa menjamin keberhasilan sebuah organisasi. Mentalitet yang penting.

Para ulama NU, juga menentukan hukum sesuatu tidak serampangan, karena dia harus musyawarah dalam sebuah forum besar untuk memutuskan suatu persoalan, dan senantiasa menyelaraskan dengan perkembangan zaman.

Baca Juga:  Kursi Pileg 2024 Bertambah, Ketua PKS Jatim: DPR RI Naik Berlipat, DPRD Provinsi 1 Fraksi

Telah terbukti, anak-anak muda yang membikin organisasi-organisasi yang menurut mereka revolusioner pun banyak bertumbangan. Apalah artinya organisasi dibuat, tetapi tidak bisa bertahan, dan tidak memiliki anggota. Dan akhirbya tidak memberi mashlahah. Impian kemajuan dan perbaikannya tidak bisa terwujud. Dalam kerangka alasan itu, NU mampu menjembatani keinginan anak-anak muda, dan keberlangsungan tradisi orang tua, yang dijaga para ulama.

Alasan-alasan KH. Wahid Hasjim itu memberikan   pelajaran kepada kita. Bagi anak-anak muda sekarang, alasan-alasan itu bisa ditambah dan dipercanggih.

Mari kita bersyukur menjadi NU.

*Nur Kholik Ridwan, Murid Qadiriyah Naqsyabandiyah Syathariyah, Dzikrul Ghafilin, dan Ratib al-Haddad.

Related Posts

1 of 44