Opini

Bapak (Jokowi) Lupa? Baik, Kami Ingatkan!

NUSANTARANEWS.CO – Joko Widodo sebagai Presiden terpilih pasca Pilpres 2014 tegas berkata, menteri yang masuk kabinet tidak boleh rangkap jabatan. Pernyataan Presiden Jokowi tiga tahun lalu, masih terekam dalam ingatan masyarakat Indonesia. Faktanya, di tahun ketiga kabinet kerja pemerintahan Jokowi berlangsung diwarnai dengan agenda besar yang dimulai dengan Reshuffle jilid II.

Bangsa Indonesia memang penuh pemakluman (untuk tidak mengatakan apatis). Sebab sekalipun Jokowi memasang nama Wiranto sebagai salah satu pengganti dari menteri yang dilengser, masyarakat Indonesia tidak berdaya untuk menolak. Jokowi pura-pura lupa, Wiranto adalah Ketua Umum partai Hanura. Sebaliknya, masyarakat ingat, reshuffle merupakan kerja-kerja politik yang tidak mengenal kesetiaan bahkan pada ucapan sendiri. Alhasil, mulus tanpa rintangan, Wiranto dilantik sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).

(Baca : Reshuffle Kabinet Jilid II, Jokowi Tidak Konsisten!)

Memang kita ketahui bersama, reshuffle adalah hak prerogratif presiden. Namun, bukan berarti dengan hak prerogratif itu presiden bisa menutupi pendustaan kepada rakyat Indonesia. Apalagi di tengah krisis kepercayaan masyarakat terhadap para elit penguasa hari ini. Seharusnya Jokowi menjawab krisis kepercayaan itu dengan sikap tegas. Pun tidak boleh tidak, Jokowi mesti memegang teguh ucapan sendiri bukan memakan ucapan sendiri. Akhirnya, sikap plin-plan tersebut akan menambah masyarakat tidak percaya terhadap janji atau ucapan dari para elit negeri ini, bahkan seorang Presiden sekalipun.

Baca Juga:  Apakah Orban Benar tentang Kegagalan UE yang Tiada Henti?

Dalam hal yang sangat sederhana (ucapan) saja presiden sudah berdusta kepada seluruh masyarakat Indonesia. Apalagi untuk hal-hal krusial yang tentu saja lebih kompleks. Karena itu, jangan sampai kau (elite penguasa) terus korbankan rakyat Indonesia demi mengamankan keberlangsungan kekuasaan Jokowi – JK belaka.

Bukan tidak mungkin, dengan diangkatnya Wiranto sebagai Menkopolhukam di saat masih mejabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura (rangkap jabatan) akan memunculkan dampak negatif yang signifikan. Misalnya, terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest), penyalahgunaan jabatan (abus of power) dan pada satu titik akan bermuara pada hal yang tidak diinginkan yakni praktek KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme).

KKN merupakan musuh bangsa di Indonesia sejak zaman dulu. Tentu hal serupa (KKN) tidak ingin lebih bebas lagi di masa mendatang. Untuk itu, semangat reformasi cukup tepat untuk dijadikan pembasmi praktek KKN yang sudah mengakar di kursi pemerintahan saat ini. Sebaliknya, apabila semangat reformasi terciderai oleh ulah Jokowi yang memakan ucapannya sendiri, jangan salahkan ketika rakyat menentukan jalan dan sikapnya sendiri guna menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia dari jurang kehancuran. (Andre Lukman, Mantan Ketua BEM UNIKOM 2013-2014/Red‎-02)

Related Posts

1 of 44