Berita UtamaEkonomiTerbaru

AS Sudah Sangat Gencar Kurangi BBM

NUSANTARANEWS.CO – Dalam situasi batas, efisiensi kini tengah menjadi pilihan sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat (AS). Produsen mobil listrik terbesar di dunia, Tesla Motors terus melakukan upaya untuk mengembangkan model bisnis terbaru yang tentu saja masih berhubungan dengan sistem tenaga listrik. Pengadaan perangkat panel surya kini menjadi salah satu titik fokus Tesla Motors.

Dilaporkan Monitoring, Tesla Motors bahkan tengah melakukan perundingan untuk membeli saham sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengadaan perangkat panel surya, yakni Solar City. Sebuah perusahaan ternama yang telah memiliki panel surya di 27 negara seluruh dunia. Solar City juga didirikan pada 2006 silam.

Tesla Motors sepertinya mulai ikut mengkampanyekan pengurangan ketergantungan masyarakat dunia pada bahak bakar minyak alias BBM. Bahkan, itu telah menjadi komitmen perusahaan otomotif yang khusus mengembangkan mobil-sport elektrik (mobil sport dengan tenaga baterai) yang berkecepatan dan bertorsi tinggi ini.

Baca: Minyak Bumi Akan Digantikan Tenaga Surya

Baca Juga:  Bupati Nunukan Resmikan Gedung Baru SMPN 4 Nunukan Selatan.

Lebih lanjut, perusahaan yang didirikan 13 tahun silam ini sudah berencana membuat sistem one stop shop dengan menyediakan kebutuhan energi alternatif yang mengandalkan sinar matahari. Seperti diketahui, energi surya memang tengah menjadi minat besar perusahaan-perusahaan besar dunia guna mengurangi ketergantungan kepada BBM atau minyak bumi.

Di Indonesia sendiri, AS sudah pernah menawarkan Indonesia untuk menggunakan berbagai teknologi pengeboran shale gas yang bisa bermanfaat bagi Indonesia sebagai alternatif energi pengganti minyak bumi pada tahun 2013 silam. Shale gas adalah gas alam yang terdapat di dalam batuan shale, yaitu sejenis batu lunak (serpih) yang kaya akan minyak ataupun gas. Dikutip eMaritim.Com, gas ini pertama kali diekstraksi di Fredonia, pada tahun 1821. Namun, produksi gas shale untuk industri baru dimulai pada tahun 1970-an. Ketika itu Amerika Serikat mulai mengalami penurunan cadangan gas konvensional, yang memaksa negara itu untuk melakukan riset dan pengembangan baru. Tetapi dari serangkaian uji coba, pengeboran shale gas pada era 1980 tersebut masih kurang ekonomis. Baru pada tahun 1988, Mitchell Energy menemukan teknologi slick-water fracturing yang ekonomis.

Baca Juga:  Siapkan Comander Call, PKS Jatim Beber Kesiapan Amankan Kemenangan PKS dan AMIN

Tawaran shale gas telah disampaikan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Scot Marciel kepada Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo tahun 2013. Jika ini dilakukan di Indonesia tentu manfaatnya sangat besar bagi Indonesia terutama pengurangan penggunaan BBM, kata Siswoutomo. (eriec dieda/diolah dari berbagai sumber)

Related Posts

1 of 3,055