Berita UtamaEkonomiPolitikTerbaru

Angin Segar Industri Migas di Tanah Air

Angin Segar Industri Migas/Ilustrasi
Angin segar industri migas di Tanah Air/Ilustrasi: Industri migas.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pasca Reshuffle Kabinet Jilid II, ada kabar bahwa pemerintah ingin segera melakukan revisi UU Migas agar bisa memberikan kepastian hukum pada industri migas di tanah air. Hal tersebut terungkap saat acara sambutan serah terima jabatan Menteri ESDM. Dalam kesempatan itu, Arcandra Tahar mengatakan bahwa salah satu prioritas yang harus segera dilakukan adalah revisi UU Migas. Revisi diperlukan untuk memberi kepastian hukum pada investor dan menyesuaikan aturan dengan tantangan zaman.

“UU Nomor 22 Tahun 2001 perlu kita perbaiki, tantangan zaman sudah berbeda. Aturan yang tidak bermuara pada kedaulatan energi harus kita hapus. Aturan yang tidak bermuara pada kemudahan investasi harus dihapus,” ucapnya.

Seperti kita ketahui bahwa minyak adalah sumber energi utama dunia yang belum tergantikan. Dalam konteks ini pemerintah Indonesia memang harus memiliki undang-undang yang jelas, keras dan tegas untuk melindungi operasi minyak di tanah air dari A sampai Z. Dahulu Presiden Suharto sempat mencanangkan membangun Exxon 1,2,3 dengan Undang-Undang bahwa semua hasil minyak dari Bumi Nusantara harus digunakan untuk kepentingan dalam negeri.

Baca Juga:  Ketua IPNU Pragaan Mengkaji Fungsi Chat GPT: Jangan Sampai Masyarakat Pecah Karena Informasi Negatif

Baca Juga: Skema Ketahanan Energi Nasional

Menurut pakar perminyakan Dirgo D Purbo, Petronas Malaysia, bisa besar seperti sekarang ini adalah karena belajar dari Indonesia, belajar dari Pertamina. Belajar dari UU Nomor 8 Tahun 1971. Sehingga Malaysia kini mampu memproduksi 1 juta bph dan berkiprah di 34 negara. Karena Malaysia memiliki Grand Strategy atau Corporate Strategy Petronas yang kemudian menjadi penopang ekonomi Malaysia. Tidak salah bila dikatakan bahwa supremasi ekonomi di ASEAN itu sesungguhnya adalah Malaysia. Bayangkan Indonesia dulu mampu memproduksi sampai 1,5 Juta bph, tiba-tiba sekarang menjadi 800.000 bph. Ajaibnya, hal itu seakan biasa saja. Seolah-olah bukan persoalan penting yang menyangkut kepentingan bangsa. (banyu)

Baca juga:

1. Hasil Dari Bumi Kita Harus Dibayar Dengan Mata Uang Kita
2. Dirgo D Purbo : Pemerintah Harus Berpihak Kepada Kepentingan Nasional
3. Masa Depan Industri Dasar Petrokimia Di Indonesia

Related Posts

1 of 12