Berita UtamaMancanegara

Amerika Serikat Kalah Perang di Suriah Melawan Rusia dan Iran

NUSANTARANEWS.COCampur tangan Amerika Serikat dalam medan konflik Suriah telah menumbuhsuburkan milisi bersenjata di kawasan Timur Tengah. Tampilnya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan Jabhat al-Nusra setelah hancurnya al-Qaeda, serta puluhan faksi bersenjata lainnya – telah menyulut kemelut Suriah menjadi krisis regional dan internasional. Selama campurtangannya di Suriah, AS telah mempersenjatai kubu oposisi yang mengakibatkan krisis Suriah berkobar menjadi lebih besar sejak 2011.

Belakangan, Presiden Trump menyadari bahwa solusi krisis Suriah tidak bisa dicapai dengan ikut campur urusan domestik Damaskus – melainkan harus dilakukan dengan mendukung proses perundingan damai antarpihak berkonflik di Suriah. Sehubungan dengan itu, para pejabat AS belum lama ini mengkonfirmasi bahwa Presiden Trump telah mengambil keputusan untuk menghentikan suplai senjata dan pelatihan kelompok-kelompok milisi bersenjata yang bergerilya melawan pemerintahan al-Assad.

Komandan Komando Operasi Khusus AS, Jenderal Raymod Thomas dalam sebuah rapat keamanan telah mengonfirmasi penghentian program rahasia CIA dalam menyokong kubu oposisi atau pemberontak Suriah tersebut.

Baca Juga:  Ketua DPRD Nunukan Jelaskan Manfaat Sumur Bor

Jika progam dinas rahasia AS menyokong kelompok-kelompok bersenjata di Suriah benar-benar berhenti, maka boleh dikatakan AS kembali menelan pil pahit dalam perang Suriah. AS gagal menumbangkan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad. Presiden Trump sendiri mengakui bahwa dukungan AS selama ini kepada gerilyawan di Suriah sebagai pemborosan. Sikap Presiden Trump tersebut kemudian di sindir oleh Senator Linsey Graham, yang menyebut bahwa AS telah mengaku kalah perang di Suriah melawan Rusia dan Iran.

Di sisi lain, krisis Suriah terbukti mulai mereda secara signifikan ketika terjadi proses damai dan dialog antara pemerintah dan oposisi Suriah berjalan dalam beberapa bulan terakhir yang diprakarsai oleh Rusia, Iran, dan Turki. Memang kecamuk perang mulai terasa jauh berkurang di berbagai kota Suriah, di mana pasukan Arab Suriah (SAA) dapat mengendalikan situasi seperti di provinsi Tartus, Latakia, dan Damaskus, termasuk di provinsi Aleppo yang berada dalam kondisi relatif nyaman.

Baca Juga:  Aliansi Pro Demokrasi Ponorogo Tolak Hak Angket Pemilu 2024

Keberhasilan SAA merebut kota Homs dan kota kuno Palmyra merupakan prestasi yang tak kalah penting dengan keberhasilan pasukan Irak merebut kota Mosul. Tentara Suriah kini mulai fokus pada pembebasan provinsi Raqqa.

Setelah empat kawasan ditetapkan sebagai zona de-eskalasi dalam perundingan di Astana, Kazakhstan, bebarapa bulan lalu dan pelaksanaannya dijamin oleh Rusia, Iran, dan Turki, konfrontasi dilapanganpun berkurang drastis. Sehingga pasukan Suriah dapat lebih berkonsentrasi penuh menumpas ISIS, terutama di provinsi-provinsi barat laut negara ini.

Washington pada akhirnya harus percaya bahwa untuk menyudahi krisis Suriah tak ada jalan lain kecuali menempuh jalur kerjasama dengan Rusia, Iran dan Turki. Adalah sebuah kenyataan, bahwa dukungan AS kepada kelompok oposisi Suriah selama enam tahun ini terbukti tidak efektif menekan Damaskus, malah menimbulkan bencana terbunuhnya ratusan ribu warga sipil dan jutaan pengungsi. (Banyu)

Related Posts

1 of 71