Politik

Akankah Jokowi Dikenang sebagai Bapak ‘Anti-Pancasila’?

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat politik sekaligus pimpinan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA saat dikonfirmasi redaksi Nusantaranews mengaku sangat menyayangkan kebijakan pemerintah Joko Widodo (Jokowi) dengan penerbitan Perppu Ormas. Dirinya bertanya bagaimanakah kelak sejarah akan mengenang Jokowi setelah terbitnya Perpu Ormas tersebut?

Seandainya karena kemampuan politiknya Perppu Ormas ini lolos dari judicial review MK dan disahkan pula oleh DPR, akankah Jokowi dikenang sebagai strong leader yang tegas mengambil sikap di era kegentingan? Ataukah Jokowi akan dikenang sebagai tokoh yang membalikkan Indonesia ke era “demokrasi seolah olah,” atau sebagai bapak anti hak asasi manusia? Demikian ungkap Denny JA.

Untuk itu, ia mengaku tak bisa menutupi keheranannya dengan cara berpikir pemerintah yang menganggap “ada kegentingan memaksa” mengapa Perppu Ormas diterbitkan dan meninggalkan UU ormas lama. Menurutnya, jalan pintas Perppu guna menangkal ideologi anti Pancasila murni  politis.

“Para pengambil keputusan, juga tokoh berpengaruh yang peduli, selayaknya memang merenung lebih dalam. Sebenarnya Indonesia ini akan diarahkan kemana? Benarkah kita inginkan demokrasi modern dengan segala getahnya?” ungkap Denny.

Baca Juga:  PIJP Deklarasi Pemilu Damai, Bertajuk Sepeda HPN 2024

Sementara itu, salah satu cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU) Muhammad Al-Fayyadl menilai salah satu alasan mengapa Perppu Ormas harus ditolak, karena Perppu ini menurutnya tak lebih sebagai instrumen negara untuk melemahkan dan memandulkan kehendak politis masyarakat sipil untuk berhimpun, berserikat, dan membangun kehidupan politik kolektif yang otonom dan independen dari intervensi negara.

Dengan sebutan ‘anti-Pancasila’, ungkap dia, semua elemen rakyat hari ini dapat tersentuh dan diatur sesuai kepentingan negara dan dituduh stigma karet ‘anti-Pancasilais’.

Menurutnya, ‘anti-Pancasila’ berarti siapa saja, individu maupun kelompok, yang tindakannya melanggar dan mengkhianati seluruh kelima sila Pancasila secara holistik. Misalnya, seorang pejabat pemerintah yang menggunakan cara-cara represif terhadap rakyatnya dalam menjalankan kebijakannya, melanggar Sila Empat Pancasila yang bersemangat musyawarah.

Fayyadl menambahkan pelemahan dan pemandulan kehendak politis ini (Perppu Ormas) memiliki preseden panjang dalam sejarah politik. Dari represi berdarah hingga pasifikasi kehidupan politik melalui persuasi-persuasi agar rakyat tidak kritis dan melawan “status quo”.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 67