Berita UtamaEkonomiHukumPolitik

9 Kegagalan Pemerintahan Jokowi

NUSANTARANEWS.CO – Pengamat ekonomi politik AEPI, Salamuddin Daeng mengungkapkan sejumlah kegagalan pemerintahan Joko Widodo dalam berbagai bidang, terutama di sektor perekonomian Indonesia.

Menurutnya, kegagalan pemerintahan Jokowi yang disarikan dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan pada bulan Januari 2017 sedikitnya terdapat sembilan (9) poin penting.

1. Pada Januari 2017 terjadi inflasi sebesar 0,97 persen. Inflasi yang tinggi dan berbahaya ditengah daya beli masyarakat yang semakin merosot. “Pemerintan gagal dalam mengendalikan inflasi nasional dan inflasi daerah yang merupakan tugas paling penting karena pertumbuhan ekonomi Indonesia masih ditopang sebagian besar oleh sektor konsumsi,” ungkap dia.

2. Ekonomi Indonesia tahun 2016 tumbuh 5,02 persen. Angka pertumbuhan ini masih jauh dari janji presiden Jokowi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi double digit. “Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih cukup rendah ini, hanya cukup untuk dibagikan dalam lingkaran oligarki ekonomi nasional atau tidak dapat didistribusikan kepada mayoritas masyarakat,” terangnya.

3. Nilai impor Desember 2016 sebesar US$12,78 miliar, naik 0,88 persen dibanding impor November 2016 dan naik 5,82 persen jika dibanding impor Desember 2015. “Kondisi ini mencerminkan ketergantungan yang semakin tinggi terhadap barang barang impor terutama bahan baku dan termasuk pangan. De-industrialisasi nasional merupakan penyebab utama ketergantungan pada bahan baku impor. Hancurnya pertanian  merupakan  penyebab ketergantungan yang tinggi pada pangan impor,” jelas Salamuddin.

Baca Juga:  Politisi Asal Sumenep, MH. Said Abdullah, Ungguli Kekayaan Presiden Jokowi: Analisis LHKPN 2022 dan Prestasi Politik Terkini

4. Kondisi Ketenagakerjaan yang Memburuk: Jumlah orang Indonesia yang bekerja pada Februari 2015 sebanyak 120,85 juta orang sedangkan  jumlah orang yang bekerja pada Agustus 2016 sebanyak 118.41 juta orang. “Berarti jumlah orang yang bekerja berkurang 244 ribu orang. Ini merupakan kontroversi bagi pemerintahan  Jokowi yang tengah menjalankan kebijakan pembukaan  lapangan kerja nasional bagi tenaga kerja asing dalam berbagai mega proyek infrastruktur pemerintah,” kata Salamuddin.

5. Upah Buruh menurun; Upah riil harian buruh tani Desember 2016 turun sebesar 0,19 persen dibanding upah riil bulan sebelumnya, upah riil harian buruh bangunan Desember 2016 turun 0,29 persen dibanding upah riil bulan sebelumnya. “Penurunan upah riil dikarenakan pemerintan gagal mengendalikan inflasi terutama inflasi harga Pangan,” sebutnya.

6. Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) yang memburuk.  NTP Januari 2017 turun 0,56 persen dibanding Desember 2016. Pada Januari 2017, terjadi inflasi perdesaan sebesar 0,79 persen. NTUP Januari 2017 turun 0,43 persen dibanding Desember 2016. “Kondisi ini mencerminkan semakin buruknya kondisi masyarakat petani dan pedesaan. Padahal pemerintan mengklaim telah berhasil mengirim dana desa. Ini menunjukkan  bahwa dana desa telah mengalami disalokasi atau tidak sampai sasaran,” ungkap Salamuddin.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Hadiri Harlah Pakuwaja ke 30 Tahun

7. Harga Pangan; Rata-rata harga beras Januari 2017 sebesar Rp13.222,00 per kg, naik 0,16 persen dari bulan sebelumnya. Harga cabai rawit naik 37,35 persen; daging ayam ras naik 3,55 persen. “Kenaikan harga pangan merupakan  anomali yang membahayakan  karena harga Pangan global cenderung menurun. Selain itu kenaikan harga pangan semakin menggerus daya beli masyarakat yang menurun sejak awal pemerintahan Jokowi. Padahal mengendalikan  harga Pangan merupakan  tugas paling pokok karena berkaitan dengan hidup matinya masyarakat miskin Indonesia,” tegasnya.

8. Perkembangan Nilai Tukar Eceran Rupiah Desember 2016. Rupiah terapresiasi 0,74 persen terhadap dolar Amerika.Rupiah terapresiasi 4,14 persen terhadap dolar Australia. Rupiah terapresiasi 5,06 persen terhadap yen Jepang. Rupiah terapresiasi 2,38 persen terhadap Euro. Kinerja keunagan Indonesia sangat buruk karena merosot terhadap semua mata uang utama dunia. Ini merupakan cermin kegagalan pemerintan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menjaga stabilitas moneter dan keuangan Indonesia.

Baca Juga:  Hari Kedua Lebaran 2024, Tokoh Lintas Elemen Datang Halal Bihalal ke Khofifah

9. Kemiskinan tidak teratasi dengan optimal. Jumlah penduduk miskin pada September 2016 sebanyak 27,76 juta orang (10,70 persen), menurun 0,25 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2016 yang sebesar 28,01 juta orang (10,86 persen). “Ini merupakan pencapaian yang buruk. Dalam setahun pemerintah hanya mampu mengurangi kemiskinan 250 ribu orang. Sementara APBN Indonesia mencapai Rp2000 triliun. Pengurangan kemiskinan jauh dibandingkan pertumbuhan jumlah penduduk dan angkatan kerja,” pungkasnya.

Penulis: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 110